Melongok isi blog Cawir yang diperkenalkan di sini, saya semakin terkagum-kagum pada para warga sepuh yang demikian bersemangat melakukan apa saja di usia yang semakin senja, dengan kemampuan fisik yang mungkin lebih rendah dari saya. Ah, tidak usah jauh-jauh. Walaupun sebal ketika harus berkali-kali mengulang cara menggunakan komputer dan internet kepada kedua orang tua saya, tapi dalam hati sebenarnya saya angkat topi pada kegigihan dan ketekunan mereka mempelajari hal yang baru untuk mereka itu. Walau mereka sih belum tua-tua amat, baru menjelang 60 dan 70 tahun, hehehhee....
Di sini saya pun menyaksikan dengan asyik orang-orang tua yang mandiri. Kerap kali tawaran saya untuk membawakan sebagian barang mereka ditolak. Secara positif saya anggap saja karena mereka berkeras ingin menunjukkan bahwa mereka masih mampu melakukan apa-apa sendiri tanpa bantuan pihak lain. Kendati mungkin saja karena tampang saya memang kurang bisa dipercaya... Juga sudah biasa saya melihat para pinisepuh ini menyetir kendaraannya dengan agak lambat dan membuat jengkel pengemudi mobil di belakangnya. Terkadang geli juga kala melintas mobil sport convertible dua pintu, namun yang berada di belakang kemudi seorang kakek. Yah, mungkin tanpa sadar saya sudah terjebak dalam stereotip tak perlu, misalnya seseorang yang sudah berusia di atas 50 tahun lebih cocok menyetir kendaraan bergaya "mapan", Mercedes misalnya, atau Cadillac. Padahal kalau dia mau, dan mampu membeli, silakan saja. Apalagi di negeri ini asuransi diwajibkan.
Manula yang melek komputer juga bukan hal aneh. Barangkali karena mereka terbiasa dengan berbagai perangkat yang digerakkan teknologi baru, mereka lebih cepat beradaptasi. Lain dengan di negara sendiri, kecuali kalau memang pekerjaan sehari-harinya bersentuhan dengan komputer. Dalam kunjungan singkat ke kantor Harian Indonesia beberapa tahun lalu, saya merasa takjub pada beberapa karyawan yang usianya lebih dari ayah saya, tapi mampu mengoperasikan komputer untuk huruf-huruf kanji. Bayangkan cara mereka menyesuaikan diri dari pencetakan manual yang menuntut ketelitian super karena harus menyusun balok-balok huruf, ke mesin yang juga menuntut keahlian baru.
Saya ingat jawaban mantan boss di sini waktu padanya ditanyakan apa yang akan dikerjakannya setelah memasuki masa pensiun. "Menulis, atau mengajar, atau apa sajalah. Pokoknya tidak diam di rumah. Bisa pikun saya nanti. Ndak mau saya!" tegasnya dengan logat Jawa yang kental. Mantan boss ini masih beruntung, karena seusai masa tugasnya di kantor pusat, beliau punya kesempatan bersibuk-sibuk dan menyibukkan diri. Tapi banyak kisah pensiunan yang terkaget-kaget dengan waktu lowong yang mendadak panjang serta tentunya penghasilan yang berkurang jauh.
Di negara yang jumlah tenaga kerjanya jauh melampaui lapangan kerja yang tersedia, tidak ada tempat untuk tenaga di usia "tidak produktif". Bahkan sebutan untuk mereka pun, buat saya, mengesankan pelecehan pada kemampuan mereka berkarya. Ya itu dia, misalnya, dengan menempatkan mereka pada kelompok usia "tidak produktif". Atau penyebutan usia "senja", bahkan olok-olokan "sudah bau tanah". Dalam hal ini, kita ternyata tidak terlalu sopan, hehehehe... Padahal orang Amerika semakin eufemis memberikan rujukan ke kalangan tersebut. Kalau tadinya mereka lebih sering disebut sebagai senior citizen, sekarang muncul lagi istilah seasoned people: mereka yang telah makan asam garam. Atau bisa juga mereka yang telah melewati berbagai musim. Istilah yang menyiratkan pengalaman, juga kewaskitaan.
Orang-orang tua pernah diberi tempat terhormat di struktur masyarakat kita. Sisa-sisanya mungkin terlihat di acara-acara adat, tapi ya cukup sekian. Buktinya kita memenjarakan mereka dengan stigma tidak produktif. Barangkali, barangkali kita berharap kita menunjukkan "bakti" dengan "memanjakan" mereka: jangan kerjakan apa-apa lagi. Sudah cukup kakek/nenek/opa/oma/yangkung/yangti membanting tulang di masa muda. Sekarang santai-santai saja, biar kami layani (padahal yang melayani ya pembantu juga, hehehhe...). Kita mungkin tidak memasukkan mereka ke panti werdha, dengan alasan kemanusiaan. Tapi kita juga menolak memasukkan mereka dalam payroll. Sistem perburuhan di Indonesia tetap diskriminatif kok. Memang ada perusahaan yang mau mempekerjakan tenaga "baru" pensiunan? Padahal, seperti kata Ibu Johanna Rothman, "Experienced technical people can provide your organization a maturity and perseverance some of the less seasoned people may not have." Atau dengan kata lain: orang-orang tua bisa lebih keren dari orang-orang muda! Hahhahaa... jangan-jangan malah itu yang ditakutkan ya?
Orang-orang Tua (Bisa) Lebih Keren dari Orang Muda
Posted by caranita at Wednesday, April 04, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Waaa ini dia teman saya: blogger sepuh sebaya. :D
hahahha... maksudnya: blogger sepuh yang lebih keren dari blogger muda? ;)
Post a Comment