Thank You

Thank You, Lord, for giving me a beautiful life, a loving family and caring friends.

Thank You, Lord, for protecting me wherever I am.

Thank You Lord, because I don't deserve them all, but You graciously grant me all those.

And thank You, Lord, because I am not a turkey, who has to suffer for people's thankgiving celebration. Bless these turkeys...


Run, turkey! Run!

Nama Blog Baru

Bukan, saya bukan akan pindah domain. Saya cuma ingin mengganti tagline "Catatan Seorang Keparat Pemerintah" dengan sesuatu yang baru. Biarpun masih tetap seorang keparat pemerintah, boleh dong saya memperlihatkan kenorakan saya melalui tagline blog yang menyiratkan tempat bermukim baru saya, ehm...

Bisa jadi kalau dalam beberapa hari saya malu sendiri melihatnya, atau saya pikir ada tagline lain yang lebih "eye-catching" saya akan menggantinya lagi.

Colin, move over for Condi!



Setelah Colin Powell resmi mengajukan permohonan mundur dari administrasi Bush, tampaknya Ibu Condoleeza Rice yang punya kans besar jadi calon menlu AS berikutnya. Sebagai seorang hawkish, ibu ini akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi kepemimpinan Bush. Dalam arti Bush akan memperoleh menlu yang tidak memusingkannya, karena sudah berada dalam alur pemikiran yang sama. Selamat tinggal PBB. Selamat datang unilateralisme.

Tapi saya pikir-pikir pengunduran diri Colin Powell ada hikmahnya juga. Paling tidak buat saya. Saya punya kesempatan mengambil gambar saya dengan dia, hehehehe... Akan saya gunakan itu untuk membisikkannya beberapa agenda baru: kandidasi kepresidenan, dan mungkin perancangan strategi pengambilalihan kekuasaan secara paksa.

Bayangkanlah Amerika Serikat dengan seorang presiden kulit hitam yang memperoleh kekuasaannya dari kudeta.

Selamat Jalan dari Teman-teman

Sebentar lagi saya akan meninggalkan kota ini, gedung tempat saya - ceritanya - mencari nafkah, kenangan-kenangan, sekaligus kesempatan-kesempatan untuk bertemu figur-figur yang sudah saya akrabi, baik yang di Jakarta maupun Surabaya. Untuk beberapa tahun. Karena itu waktu melakukan pertemuan dengan para kamerad ini saya lebih suka bilang "sampai bertemu lagi".

Walau banyak kata maupun barang mungil yang diberikan pada saya, saya paling terkesan dengan tanda perpisahan (sementara) dari teman-teman kantor, orang-orang yang bersama dengan saya sedikitnya 8 jam sehari, 5 hari seminggu.



Barang ini mungkin sederhana, tapi kata-kata yang menyisip di bawahnya menghibur sekaligus mengkhawatirkan saya, karena mencakup pujian dan harapan, sebagaimana biasanya ucapan yang ditujukan pada orang yang akan pergi. Yang saya cemaskan tentunya harapan itu. Soalnya saya tidak terlalu yakin pada kemampuan saya... hehehehe....



Kirim doa bagi saya agar saya bisa memenuhinya.

Dear Ai and Popay....

Dear Ai and Popay...

how are you gals doing? Getting accustomed to the situation around you, the people you work with? I see your smiling pictures, read your long emails describing your current situation, chat with you almost every night... and yet somehow our so-called emotional binding hit me while I'm actually taking your paths now.

I went out with the "kantin dingin" team last night, celebrating our last togetherness prior to my departure. We had lots of good laughs, took pictures (eeewww....*winks*), saw our "Caraka Muda" photos, and laughed again. We practically joked about everything.. and everyone.

Then it was time to say goodbye.

When we waved, shared hugs, greeted "minal aidin wal faidzin" and "see you again, take care", as well as "don't forget June next year I'll call you guys to send your contribution!", I was engulfed in sadness and blue. The feeling that had actually started in the afternoon, when I closed all my BNI accounts. Funny, isn't it, feeling doleful for not going to use the ATM card that has been with me for several years?

Now I understand why you cried at the airport, Pop. And I got what you really meant when you, Ai, asked me what I'd miss most of Jakarta.

It is not only that we would not be able to see Jamaica Cafe or other acapella groups performing every Sunday nights.

It is not only the regret that we haven't been to Sunda Kelapa or explored other parts of Kota.

It is not only leaving things we're familiar with, places we're comfortable at.

It is the memories, the sad and happy moments, the pressures and reliefs, the laughter and bitterness... the faces of those who sincerely care for us, be with us during our lowest points, put their arms around us when we need a shoulder to cry on, support us, guffaw with us for the silliest jokes.

Megaria, The Matrix, sweated for the aircon didn't work.

Spent Friday night in different places, and ended up at McDonald's Thamrin early in the morning as we didn't have more ideas where to go.

Club hoppings. Lounge relaxing. And fried rice on Jalan Sabang, or Menteng. And once Muara Karang, right after a wedding party!

Driving before classes. Plaza Senayan, almost 5 times a week, almost a year. (We should've been granted membership!). And Mustopo, checking out the optimistic youngsters.

It will be three years from now, but I'm looking forward to seeing you all again. Time will change, we might change. You remain, however, close in my heart. And in my mind, we will always be the high-spirited, "innocent"(??!!) young people we were 4 years ago.


Love you.




Quotes Concerning Death of Yasser Arafat



from: AFP

Reactions to the death of Palestinian leader Yasser Arafat:

---
"The death of Yasser Arafat is a significant moment in Palestinian history. We express our condolences to the Palestinian people. For the Palestinian people, we hope that the future will bring peace and the fulfillment of their aspirations for an independent, democratic Palestine that is at peace with its neighbors." - President Bush
---
"However others viewed him, the Palestinians saw him as the father of their nation." - former President Clinton
---
"President Arafat was one of those few leaders who could be instantly recognized by people in any walk of life all around the world. For nearly four decades, he expressed and symbolized in his person the national aspirations of the Palestinian people." - U.N. Secretary-General Kofi Annan
---
"There is no doubt that with the death of Yasser Arafat an era has ended ... for good or bad." - Shimon Peres, former Israeli prime minister
---
"He left for God but he is still among this great people." - Tayeb Abdel Rahim, senior Arafat aide.
---
"It is one of the tragedies of the world that he didn't understand that the terror that began here would spread to the entire world." - Yosef Lapid, Israeli justice minister
---
"His passing has to be a positive sign for future Middle East peace prospects, because under his leadership things could not have been worse." - Rabbi Marvin Hier, head of the Simon Wiesenthal Center in Los Angeles
---
"Yasir Arafat's legacy is one of terrorism and failed leadership. Instead of building a state for the Palestinian people, he focused on ways to destroy the Jewish state of Israel." - Abraham H. Foxman, National Director of the Anti-Defamation League
---
"President Arafat came to symbolize the Palestinian national movement."
"He led his people to an historic acceptance and the need for a two-state solution." - British Prime Minister Tony Blair
---
"With him disappears the man of courage and conviction who, for 40 years, has incarnated the Palestinians' combat for recognition of their national rights." - French President Jacques Chirac
---
"He was indeed a pioneer who had laid out the foundation for the establishment of a Palestinian state." - Japanese Prime Minister Junichiro Koizumi.
---
"He is actually the balancing power of Middle East, and - therefore - the world. Only people hardly knew it. They will soon, after they discover that his death even inflicts more unrests." -
Caranita, blogger, future foreign minister :P

Mengampuni: wujud kasih yang paling sukar dilakukan

Menurut saya, salah satu perintah Tuhan yang paling sukar dipenuhi adalah mengampuni. Untuk hal-hal yang relatif kecil seperti senggolan, makian, ejekan, mungkin kita bisa memaafkan orang atau kelompok yang melakukannya terhadap kita. Tapi bagaimana kalau kita menyaksikan anak kita diperkosa, atau - sebagai perempuan - kita diperkosa? Bisakah kita mengampuni sang pelaku? Bagaimana kalau orang tua kita dibunuh di depan kita? Bisakah kita mendoakan agar pembunuh itu diberi kesempatan bertobat?

Sekian ribu tahun lampau, Nabi Yunus menghadapi problema serupa ketika ia diperintahkan Tuhan untuk mempertobatkan bangsa Niniwe, bangsa yang memporak-porandakan Israel. Karena tahu bahwa Tuhan pasti mengampuni orang Niniwe kalau mereka betul-betul bertobat, Yunus enggan melakukannya. Dia malah coba-coba melarikan diri dari Tuhan. (Bodoh ya, lah wong mata Tuhan di mana-mana. Sebagai nabi mustinya Yunus tahu dong). Pendek kata, akhirnya Yunus toh menyaksikan bangsa Niniwe yang bertobat, dan Tuhan yang tidak jadi memusnahkan bangsa itu. Yunus langsung melancarkan aksi ngambek ke Tuhan. Apa kata Tuhan? "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?" Berkata demikian, bukan berarti Tuhan matre loh. Maksud Tuhan: Aku saja yang menciptakan manusia masih memberi ampunan, kok kamu yang sama, se-spesies dengan mereka mau sok-sok menghakimi?

Saya jadi ingat kisah Yesus dan wanita yang terpergok berzinah, yang kemudian dibawa kepada-Nya. Waktu melihat Yesus diam saja, tidak mengatakan apa-apa dan tidak melakukan apa-apa, kawanan yang menggiring wanita itu mendesak Dia, mengingatkan hukum Taurat yang menyebutkan bahwa perzinahan harus dirajam. Yesus berkata: "Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Kalau saya menangkap maksud Tuhan: sebelum kamu menuduh orang lain tidak benar, tidak melakukan perintah Tuhan, periksa diri sendiri dulu.

Bukan berarti kita tidak boleh menghukum. Menghukum adalah salah satu upaya mendorong orang itu untuk melakukan perbuatan yang benar. Susahnya, memang, sebagai manusia kita punya definisi yang berbeda-beda mengenai apa yang benar itu. Kebenaran religi pun punya nuansa beragam, dan masing-masing mengklaim diri sebagai "yang paling benar". Tapi setidaknya ada benang merah, misalnya: dilarang membunuh, dilarang mencuri, berbuat baiklah pada sesama. Dengan demikian, hukuman juga didasarkan atau disesuaikan pada definisi yang universal itu.

Memang, ini kok seperti simplifikasi. Terus terang saya juga akan bingung kalau harus membuat turunan pernyataan itu. Misalnya: apakah pemberian hukuman hanya berdasarkan pada "tidak boleh membunuh" dan "tidak boleh mencuri"? Lalu bagaimana dengan pelanggaran peraturan lain yang tidak terkait dengan dua hal itu, misalnya: tidak menggunakan sabuk pengaman, membuang sampah sembarangan, melanggar lampu merah, menggosipkan orang? Nah, contoh-contoh tadi ada kaitannya dengan prinsip universal yang lain, yaitu "berbuat baik pada orang lain", atau bisa juga diartikan dengan "tidak merugikan orang lain". Mungkin sulit mencari hubungan tidak menggunakan sabuk pengaman dengan merugikan orang lain, apalagi kalau kita menyetir mobil sendiri. Tapi barangkali bisa lebih jauh dijabarkan demikian: tidak memakai sabuk pengaman = tidak berhati-hati memelihara tubuh yang sudah dipercayakan Tuhan kepada kita. Atau sama saja dengan bunuh diri. Memang pengertian demikian masih dan pasti bakal diperdebatkan lagi. Tapi karena yang membaca blog ini juga tidak banyak, jadi tidak bakal menimbulkan polemik, hehehehe....

Kembali ke soal mengampuni. Seperti saya sebutkan di atas, mengampuni adalah salah satu wujud kasih yang paling sukar dilakukan, terutama kalau menyangkut perbuatan yang benar-benar merugikan kita, dan menghancurkan diri kita pribadi. Sekiranya kita menyaksikan orang yang membunuh anak kita masih hidup, meski tinggal di penjara, dan pada saat yang sama kita berkutat dengan kesedihan dan rasa kehilangan, serta penyesalan bahwa anak kita tidak bisa lebih lama menikmati hidupnya, kita akan merasa bahwa dunia ini tidak adil. Tapi membunuh seorang pembunuh membuat kita sama saja dengan dia. Kalau sudah begini, terasa sekali betapa perlunya kita memasrahkan diri pada Tuhan, karena hanya Tuhan yang bisa menguatkan kita.

Terus terang lagi, saya sendiri tidak tahu apakah kemanusiaan saya akan sanggup memberikan pengampunan sebagaimana yang panjang lebar saya uraikan tadi, sekiranya saya mengalami hal itu. Menuliskan kalimat ini pun saya agak khawatir.


PPM

Di kantor saya ada Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, biasa disingkat PPM. Menangani isu-isu WTO, UNIDO, UNCTAD, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan skema perdagangan dan kerjasama perindustrian internasional. (Yaaaa... siapa tau ada blogger atau orang iseng yang mampir di sini yang perlu tau?)

Tapi di samping PPM resmi, ada juga PPM lain yang sifatnya informal, tak berstruktur, dan anggotanya bisa tidak saling kenal. Mungkin juga anggotanya tidak sadar kalau dia bagian kelompok itu.

Perkumpulan Penggemar Marty.

Anggota PPM sebenarnya tidak terbatas di instansi saya saja. Seorang teman yang bekerja di CSIS bercerita, para perempuan (termasuk peneliti) di sana langsung histeris dan sibuk berdandan kalau Marty kebetulan berada tempat itu untuk seminar atau hal-hal lain. Kalau Marty sedang menggelar konperensi pers, para wartawati adalah yang paling awal mengerumuninya.

Perilaku anggota PPM cukup menarik perhatian saya. Apalagi seorang kawan dekat juga tergolong PPM. Fotonya bersama Marty menjadi latar monitor komputernya. Cetakan foto yang sama menghias meja di samping tempat tidurnya. (Kalau saja foto itu tidak terlalu besar, saya rasa dia akan menentengnya ke mana-mana).

Walaupun bukan PPM, saya cukup mengagumi bapak itu. Dia tidak ganteng, tapi cukup enak dilihat. Dia brilian dan tidak merasa perlu memamerkan kecanggihan otaknya. "Rendah hati" adalah nama tengahnya. Tapi yang bisa saya garisbawahi adalah perhatiannya yang besar pada teman-teman kerjanya, termasuk para bawahannya. Sekali waktu saya sedikit terkejut saat dia memanggil saya dengan nama kecil saya, padahal saya tidak bekerja dengan dia. Ketika ayah seorang teman saya, anak buahnya, meninggal dunia, Marty membatalkan semua janji pertemuan dan acara lainnya hari itu untuk pergi melayat ke Bogor. Tindakan yang tidak biasa untuk seorang eselon I di Indonesia.

Saya berharap satu saat bisa selengkap dia.



Percakapan Dua Terpidana Teknologi


Terpidana 1: udah sampai rumah??

Terpidana 2: udah dong mas

Terpidana 1: kira-kira berapa jam dalam sehari kamu _tidak_ ulang tidak on line?? tidur 5 jam plus di mobil berangkat kantor k.l. 3 jam. diluar itu kamu on line.. jadi kira-kira kamu onli k.l 15-16 jam perhari bener nggak?

Terpidana 2: huehehehhe... bener... hehehe...

Terpidana 2: baru nyadar!

Terpidana 1: ya tambahlah makan, ke kamar kecil dll 3 jam. jadi 12 jam sehari on line. woow maniak

Terpidana 2: padahal kalo online di kantor tuh gak mesti ngobrol...

Terpidana 2: ya sambil kerja

Terpidana 2: temen chat nya suka ditinggal

Terpidana 1: hmmmm alasan aja sih..

Terpidana 1: chatting ambil kerja.. kerja yang sambilan emang aku gak tahu.. ntar kalau udah kepepet deadline baru blingsatan

Terpidana 2: huahahahahaha...

Terpidana 2: masih inget aja..

Terpidana 1: tapi setelah aku chatting.. baru ngerasin juga ya asyiknya.. tapi aku belum berani pakai web-web segala kayak kamu

Terpidana 2: tapi benernya aku udah rada bosen chatting... sekarang lagi tergila2 sama blogging hehehe...

Terpidana 1: kita akhirnya terbelenggu oleh teknologi

Terpidana 1: aku ama wiwik ini kalau internet di rumah mati.. udah dua-duanya rungsin kayak dunia mau runtuh.. padahal dulu 10 tahun lalu orang gak ada internet gak apa-apa ya.. belom ada email, chatting, blogging dll

Terpidana 1: mungkin bukan cuma terbelenggu tapi sudah diperbudak. di kantor on line terus chat, email, internet sambil kerja. dirumah juga masih nyambung. sampai rumah yang dilakukan duduk di meja komputer

Terpidana 2: iya ya...

Terpidana 2: harusnya sih kita melakukan kegiatan di luar

Terpidana 1: aku kadang rindu masa mahasiswaku dulu. No email, no chat, no sms, no hp, no internet.. manusia masih memiliki karakter'

Terpidana 2: kalo boleh cari excuse.. benernya tuh salah satu penyebabnya adalah kota yang makin tidak nyaman

Terpidana 2: lalu lintas yg makin macet... membuat kita jadi males ngider2...

Terpidana 2: dan.. ya.. emang teknologi yg membuat kita manja...

Terpidana 2: kalo gak ada kegiatan lain di rumah, sementara acara tv jelek2 (dulu kan cuma ada TVRI), kita cenderung lebih kreatif mencari dan membuat kegiatan.

Terpidana 1: kita sekarang khan 24 jam harus bisa dihubungi, on call basis.. kadang kita perlu waktu privat barang 20-30 menit aja gak bisa. sms berdering terus. HP dll. HP aja satu kurang ada 2 belom PDA. Komputer di kantor desktop 1 , laptop 1. Ini sudah gila kayaknya kita

Terpidana 2: you know, i really hadn't put a thought about it.. but now that you mention it...

Terpidana 1: bener gak.. kita diperbudak niihh.. gak ada privacy

Terpidana 2: emang iya...

Terpidana 1: juga dari segi mentalitas dan kultur kerja..

Terpidana 2: apa yg digambarkan di film "The Net" ya udah jadi kenyataan...

Terpidana 2: padahal film itu dibuat waktu teknologi informasi belum secanggih dan semerata sekarang

Terpidana 1: hampir ya.. bentar lagi. kalau di sweden sudah sangat dekat kesitu. semua warganegara ada datanya di net pemerintah dan dg no penduduk bisa dilacak lagi ngapain, beli apa, kena denda apa, transaksi apa

Terpidana 1: aku bilang ke orang swedia: jadilah kalian ini sekedar nomor (9 digit aja) saat ini

Terpidana 2: hehehehehe...

Terpidana 2: kalo gitu, di samping menjadi budak teknologi, manusia juga menjadi "narapidana" teknologi...

Terpidana 1: Orang Indon donk masih unik, kreatif '

Terpidana 2: kita bukan cuma kehilangan karakter, tapi juga identitas

Terpidana 1: thats what I was saying..

Terpidana 1: iya khan bagus khan.. orang Indon masih bisa malsu ID dll. disini gak bisa.. udahlah negara tahu lagi ngapain kita, sejarah pendidikan, kesehatan, keluarga, ngutang apa.. dll dll.. punya rumah berapa.. jumlah berapa.. mungkin sampai punya selingkuhan juga ketahuan hahahahah

Terpidana 2: huahahahahaha....

Terpidana 1: ok ya udah ya.. uneg2ku sudah selesai.. thank bye

Terpidana 2: loh

Terpidana 2: mo ke mana???

Terpidana 1: gak ada sih cuma mau jalan-jalan bentar ke luar ruangan.. udah capek mata dari jam 9 pagi tadi (6jam) lihat layar komputer terus. ini akibat terpÄidana teknologi juga

Terpidana 2: kekekekekek.. ya udah...

Terpidana 2: aku masih mo melakukan kegiatan terpidana lainnya soalnya hihihihi...

-- akhir percakapan--


Saya orang paling ceroboh di kantor (dan rumah). Dompet, handphone, uang, kerap tercecer di berbagai tempat. Empat kali saya terpaksa mengganti nomor handphone, karena barang itu hilang. Walaupun terganggu, tapi waktu-waktu antara kehilangan handphone dan membeli yang baru (kecuali terakhir kali, karena Terpidana 1 yang terhormat berkenan menghibahkan handphone-nya ke saya waktu beliau dimutasikan) merupakan saat yang nyaman untuk saya, karena tidak terganggu dering maupun SMS. Tidak membawa handphone atau alat komunikasi lainnya juga merupakan alasan yang tepat untuk menghindari orang-orang tertentu, atau menjelajah tempat lain tanpa kewajiban melapor rumah. Internet yang tidak berfungsi memang kerap mengesalkan pada awalnya, tapi toh setelah sekian lama terasa bahwa life without internet still goes on...