Menurut saya, salah satu perintah Tuhan yang paling sukar dipenuhi adalah mengampuni. Untuk hal-hal yang relatif kecil seperti senggolan, makian, ejekan, mungkin kita bisa memaafkan orang atau kelompok yang melakukannya terhadap kita. Tapi bagaimana kalau kita menyaksikan anak kita diperkosa, atau - sebagai perempuan - kita diperkosa? Bisakah kita mengampuni sang pelaku? Bagaimana kalau orang tua kita dibunuh di depan kita? Bisakah kita mendoakan agar pembunuh itu diberi kesempatan bertobat?
Sekian ribu tahun lampau, Nabi Yunus menghadapi problema serupa ketika ia diperintahkan Tuhan untuk mempertobatkan bangsa Niniwe, bangsa yang memporak-porandakan Israel. Karena tahu bahwa Tuhan pasti mengampuni orang Niniwe kalau mereka betul-betul bertobat, Yunus enggan melakukannya. Dia malah coba-coba melarikan diri dari Tuhan. (Bodoh ya, lah wong mata Tuhan di mana-mana. Sebagai nabi mustinya Yunus tahu dong). Pendek kata, akhirnya Yunus toh menyaksikan bangsa Niniwe yang bertobat, dan Tuhan yang tidak jadi memusnahkan bangsa itu. Yunus langsung melancarkan aksi ngambek ke Tuhan. Apa kata Tuhan? "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?" Berkata demikian, bukan berarti Tuhan matre loh. Maksud Tuhan: Aku saja yang menciptakan manusia masih memberi ampunan, kok kamu yang sama, se-spesies dengan mereka mau sok-sok menghakimi?
Saya jadi ingat kisah Yesus dan wanita yang terpergok berzinah, yang kemudian dibawa kepada-Nya. Waktu melihat Yesus diam saja, tidak mengatakan apa-apa dan tidak melakukan apa-apa, kawanan yang menggiring wanita itu mendesak Dia, mengingatkan hukum Taurat yang menyebutkan bahwa perzinahan harus dirajam. Yesus berkata: "Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Kalau saya menangkap maksud Tuhan: sebelum kamu menuduh orang lain tidak benar, tidak melakukan perintah Tuhan, periksa diri sendiri dulu.
Bukan berarti kita tidak boleh menghukum. Menghukum adalah salah satu upaya mendorong orang itu untuk melakukan perbuatan yang benar. Susahnya, memang, sebagai manusia kita punya definisi yang berbeda-beda mengenai apa yang benar itu. Kebenaran religi pun punya nuansa beragam, dan masing-masing mengklaim diri sebagai "yang paling benar". Tapi setidaknya ada benang merah, misalnya: dilarang membunuh, dilarang mencuri, berbuat baiklah pada sesama. Dengan demikian, hukuman juga didasarkan atau disesuaikan pada definisi yang universal itu.
Memang, ini kok seperti simplifikasi. Terus terang saya juga akan bingung kalau harus membuat turunan pernyataan itu. Misalnya: apakah pemberian hukuman hanya berdasarkan pada "tidak boleh membunuh" dan "tidak boleh mencuri"? Lalu bagaimana dengan pelanggaran peraturan lain yang tidak terkait dengan dua hal itu, misalnya: tidak menggunakan sabuk pengaman, membuang sampah sembarangan, melanggar lampu merah, menggosipkan orang? Nah, contoh-contoh tadi ada kaitannya dengan prinsip universal yang lain, yaitu "berbuat baik pada orang lain", atau bisa juga diartikan dengan "tidak merugikan orang lain". Mungkin sulit mencari hubungan tidak menggunakan sabuk pengaman dengan merugikan orang lain, apalagi kalau kita menyetir mobil sendiri. Tapi barangkali bisa lebih jauh dijabarkan demikian: tidak memakai sabuk pengaman = tidak berhati-hati memelihara tubuh yang sudah dipercayakan Tuhan kepada kita. Atau sama saja dengan bunuh diri. Memang pengertian demikian masih dan pasti bakal diperdebatkan lagi. Tapi karena yang membaca blog ini juga tidak banyak, jadi tidak bakal menimbulkan polemik, hehehehe....
Kembali ke soal mengampuni. Seperti saya sebutkan di atas, mengampuni adalah salah satu wujud kasih yang paling sukar dilakukan, terutama kalau menyangkut perbuatan yang benar-benar merugikan kita, dan menghancurkan diri kita pribadi. Sekiranya kita menyaksikan orang yang membunuh anak kita masih hidup, meski tinggal di penjara, dan pada saat yang sama kita berkutat dengan kesedihan dan rasa kehilangan, serta penyesalan bahwa anak kita tidak bisa lebih lama menikmati hidupnya, kita akan merasa bahwa dunia ini tidak adil. Tapi membunuh seorang pembunuh membuat kita sama saja dengan dia. Kalau sudah begini, terasa sekali betapa perlunya kita memasrahkan diri pada Tuhan, karena hanya Tuhan yang bisa menguatkan kita.
Terus terang lagi, saya sendiri tidak tahu apakah kemanusiaan saya akan sanggup memberikan pengampunan sebagaimana yang panjang lebar saya uraikan tadi, sekiranya saya mengalami hal itu. Menuliskan kalimat ini pun saya agak khawatir.
Mengampuni: wujud kasih yang paling sukar dilakukan
Posted by caranita at Sunday, November 07, 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Saya setuju sama pendapat Mbak. Memaafkan emang tindakan yang paling susah dilakukan... apalagi kalau tindakan itu bener-bener nyakitin kita. Selama ini saya cuma bisa memaafkan tapi susah melupakan. Mungkin mulai sekarang saya harus bisa belajar memaafkan dan melupakan...
Saya setuju sama pendapat Mbak. Memaafkan emang tindakan yang paling susah dilakukan... apalagi kalau tindakan itu bener-bener nyakitin kita. Selama ini saya cuma bisa memaafkan tapi susah melupakan. Mungkin mulai sekarang saya harus bisa belajar memaafkan sekaligus melupakan...
Mengampuni memang merupakan satu hal yg paling diragukan apakah bisa dilakukan oleh seorang pribadi atau tidak. Tapi kenyataannya kalo ternyata bener2 ada seseorang yg mempunyai hati yang bisa mengampuni "segala-galanya" pasti orang itu bener2 langka karena manusia bila disuruh memilih mengampuni atau tidak, demi keinginan hatinya pas memilih mending ga mengampuni. Atau mengampuni dengan setengah hati, begitu ingat, marah lagi. Menurut saya, lebih susah melupakan kesalahan seseorang daripada mengampuni. Pengampunan bisa saja diberikan,tapi melupakan orang tsb yg pernah menyakiti kita itu tidak bisa dilakukan begitu saja. Bila ternyata setelah mengampuni kita bisa melupakan bahwa orang tsb pernah melakukan kesalahan pada kita,maka bisa dikatakan kita sudah memberikan pengampunan yang benar2 'utuh'. Btw, great post, I like it!
Oh ya, satu lagi, Yohanes 8:1-11 itu bacaan Injil favorit saya. In it we don't only see forgiveness, but humanity and more over...grace.
Post a Comment