Bila akhirnya saya setuju menggelar kopi darat dengan pihak-pihak tertentu yang muncul dari "aktivitas sosial" orang tua saya itu, biasanya karena faktor-faktor berikut:
1. Yang bersangkutan mempunyai suara bariton keren ala penyiar radio, membuat saya mengkhayalkan penampilan yang bersangkutan (biasanya sih penampilan model pria, hahaha...).
2. Yang bersangkutan enak diajak ngobrol dan selalu nyambung.
3. Yang bersangkutan memiliki keahlian merayu namun tidak gombal, dan saya sedang desperate, perlu teman jalan.
Ingat nasihat agar jangan menilai buku dari sampulnya? Nah, pengalaman kopi darat saya sedikit banyak membuktikan kebenaran advis tersebut. Kalau wajah dan penampilan tidak menentukan segalanya, apalagi SUARA.
Pria #1
Suaranya keren, berat, topik yang diangkat sangat menarik dan kalimat-kalimatnya teratur tapi tidak membosankan sama sekali. Dia jelas orang yang pintar memancing pembicaraan. Telepon perkenalan pertama berakhir sejam kemudian dan meninggalkan senyum di bibir saya, serta harapan agar dia menelepon kembali.
Telepon kedua, ketiga, dan keempat yang semuanya minimal berlangsung sejam, membuat saya setuju dia main ke rumah. Saya berdebar-debar menunggu pertemuan pertama kami, dan bingung mencari busana yang pas.
Dan ternyata penampilannya tidak seperti bayangan saya. Dia memang tinggi, jauh lebih tinggi dari saya, tapi sampai di sana. Yang lain-lainnya... yah, pendek kata dia tidak seperti Christian Sugianto lah, hehehehe...
Toh saya sangat menikmati waktu-waktu bersamanya, terutama obrolan kami yang selalu nyambung. Kami pergi keluar beberapa kali, masih berbicara di telepon berjam-jam. Saya tidak ingat siapa yang memulai, tapi entah kenapa setelah beberapa saat intensitas kontak kami menurun drastis. Sejak berangkat ke DC saya tidak pernah memperoleh kabar darinya lagi, walaupun masih sekali-sekali berkirim-kiriman email dengan sepupunya, yang kebetulan saya kenal. Herannya, saya juga tidak beminat menanyakan kabarnya!
Pria #2
Suaranya tidak sekeren Pria #1, tapi enak diajak mengobrol. Kesan saya: pintar, idealis, tidak pongah, humoris. Tipe-tipe orang yang bisa mengikat perhatian saya. Sebagaimana dengan Pria #1, akhirnya saya setuju bertemu dengannya, kali ini di sebuah pusat perbelanjaan.
Terlepas dari fisiknya -- yang, sekali lagi, tidak seperti model -- hal yang membuat minat saya menurun adalah: dia datang sambil mengenakan seragam instansinya. Waduh, saya akui, saya benar-benar picik dalam hal ini. Apa yang saya harapkan, lah kita janjian makan siang bersama kok. Masak dia harus ganti baju dulu sebelum ketemu saya?
Tapi saya orang yang selalu berusaha memberikan "kesempatan kedua". Lagipula saya benar-benar lapar waktu itu, sehingga saya kira saya bisa memusatkan perhatian saya pada makanan, hehehe...
Untunglah Pria #2 ini sesupel gaya bicaranya di telepon, sampai saya hampir tidak sadar bahwa saya harus kembali ke kantor. Saya mengagumi idealismenya dan gagasan-gagasannya untuk melakukan perbaikan-perbaikan di instansinya, yang menurut saya tepat, realistis, dan praktis.
Pria #2 jelas-jelas menaruh perhatian pada saya *ehm*, dengan cara yang menurut saya cukup elegan. Dia rajin mengingatkan saya untuk tidak lupa makan siang melalui sms, tapi tidak menelepon terlalu sering, paling-paling dua atau tiga hari sekali. Itupun tidak pernah terlalu lama, dan ketika saya mulai menanggapi ceritanya dengan nada malas-malasan dia segera mengakhiri teleponnya.
Sekali dia meminta saya menemaninya ke pesta perkawinan anak teman kantornya. Saya sempat ragu sebelum menyetujui permintaannya. Saya kemudian agak menyesali hal tersebut, karena di sana banyak pria muda ganteng bertebaran! Pemandangannya memang menyegarkan, tapi Pria #2 membuntuti saya terus, berkata-kata dengan suara pelan sampai saya harus mendekatkan kepala untuk mendengarnya, hehehe.. Walaupun dalam hati menggerutu tapi saya harus menghormatinya dong, sebagai 'teman kencan' saya malam itu. Sialnya lagi, saya bertemu dengan seorang sepupu saya, yang kebetulan teman dekat pengantin pria! (Untunglah dalam pertemuan-pertemuan keluarga setelah itu, sepupu saya tidak pernah menyebut-nyebut Pria #2, setidaknya di depan anggota keluarga besar kami yang lain).
Pria #2 memang orang yang sangat baik. Saya cukup terharu ketika ia memberikan saya buku "Sayap-Sayap Patah"-nya Kahlil Gibran untuk hadiah Hari Valentine. (Topik ini kemudian menjadi pokok olok-olokan adik saya selama dua minggu sesudahnya :p). Sayangnya saya kok tidak bisa menumbuhkan perasaan lebih dari teman kepadanya.
Pria #3
Pria #3 anak teman ayah saya, tapi dulu-dulunya ayah saya tidak pernah terpikir untuk menjadikan salah seorang temannya sebagai calon besan, hihihihi... Saya terus terang tidak ingat bagaimana tahu-tahu ayah saya memunculkan namanya. Dan saya yakin ayah saya juga tidak tahu, hihihi..
Pria ini cukup enak diajak bicara dan teman jalan yang menyenangkan. Kami keluar beberapa kali, dan hampir selalu pulang larut, untuk kemudian menyambung obrolan di teras rumah saya yang tidak berpagar itu. (Disaksikan satpam kompleks yang lalu lalang.. hayah!).
Sebenarnya hubungan saya dengan Pria #3 punya potensi untuk berlanjut, kalau saja saya tidak melihat ada Alkitab di mobilnya. Saat itu saya sedang memiliki tingkat sekularitas yang sangat tinggi, dan agak-agak khawatir berhubungan dengan orang-orang yang sangat 'agamais', takut bercermin melihat dosa-dosa saya :D.
Tapi saya melihat potensi hubungannya dengan... teman baik saya. Saya mengambil inisiatif untuk memperkenalkannya dengan sahabat saya. Saya promosikan dia pada sohib saya itu. Walaupun oke-oke saja dengan hal itu teman saya sempat mempertanyakan kenapa saya kok seperti mendorongnya bertemu dengan mantan teman kencan saya.
Ternyata saya benar. Hubungan Pria #3 dan teman saya berlanjut sampai tahap pacaran. Saya senang sekali waktu tahu itu, apalagi karena Pria #3 adalah pacar pertama teman saya. Sayangnya belakangan baru saya mendapati bahwa sifat Pria #3 tidak terlalu baik. Mulanya dari ayah saya yang menyampaikan bahwa ia baru menghadiri pernikahan Pria #3. Bagaimana tidak terkejut, setahu saya dia pacaran dengan sahabat saya! Ketika saya verifikasi ke sobat saya, ia bercerita bahwa mereka telah putus beberapa bulan sebelumnya, karena ibu Pria #3 kurang menyukainya (dengan alasan yang tidak jelas juga, karena -- menurut sobat saya -- sang Ibu selama ini bersikap baik-baik saja terhadapnya, dan Pria #3 juga tidak pernah menerangkan apa yang tidak disukai ibunya). Sobat saya sama kagetnya mendengar pernikahan Pria #3 dari saya.
Syukurlah orang-orang seperti Pria #3 segera berlalu dari kehidupan saya dan sobat saya! Sekarang sahabat saya itu telah memperoleh suami yang jauh lebih baik dari Pria #3... dan saya masih bersenang-senang kesana kemari, hahahaha...
KINI...
Ayah dan ibu saya tidak lagi berusaha membuka lahan perjodohan untuk saya, dan sudah hampir tidak pernah mengangkat isu tersebut. Percakapan saya dengan ayah tercinta untuk mengucapkan selamat ulang tahun padanya berakhir dengan pesannya: "Jangan lupa mencari calon suami, Nak." Saya hanya cengar-cengir, yang tentu tidak bisa dilihat olehnya.
Ibu saya? Terakhir bertukar kata dengannya, ibu saya bercerita bahwa beliau selalu memanjatkan doa khusus untuk saya. "Agar enteng jodoh?" sahut saya cepat.
"Bukan," jawab beliau. "Kalau itu sih mama tidak pikirkan lagi. Mama mendoakan supaya kamu selalu berada di jalan yang lurus."
Hayaaaaaahhhhh... mam.. tobaaaaaaaaatttttt!!! Dan mbok ya jangan menyerah gitu dong, mam! Hihihi....
Biro Jodoh Anonymous (2)
Posted by caranita at Thursday, July 20, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
8 comments:
oceh...
ternyatah, selain (kabar burung yang saya dapatkan dari mbak Okol) penggemar tangan seksi kita juga sama2 penggemar suara seksi...
:)
loh jeng sebenernya jeunk nyari calon pendamping apa temen ngobrol sih? kok bagian ngobrol selalujadi buffet lanjut atau tidak? huehehehuehu ya ya ya retorika!
she love me...
she love me not...
she love me...
she love me not...
she love me...
she love me not...
she love me...
she love me not...
duh repot yah kalau di jodohin seperti ini."beli kucing dalam karung berarti memilih maling secara langsung" hehehehe ini sih slogan pemilu kemaren..tapi kalau di jodohin tuh kira2 kaya beli kucing dalam karung kaga sih ?
Woalah..jodoh jodoh...kapankah kau datang ?? hahaa..saling mendoakan aja deh jeng :)
hayah...
katanya soal jodoh jangan pilih² tebu non...(itu kata orang² disuatu tempat disumatra)...dan ketika ditanya maksudnya apa? katanya kalau kita milih jodoh terlalu "njlimet" nanti malah dapet jodoh yang jauh dari keinginan kita...katanya lho..xixixi...
Strangely enough, I never had anyone interested in "matchmaking" me with someone but I did few blind-dates back then. And nothing turned okay .. well .. errr .. there are some that turns alright but it was more because we've met each other and we've exchanged some communication by text message and Voila ! We're trapped.
Ah, there is one matchmaking process that I could remember, and it turned out even to be the WORST.
Susah juga ya ternyata, sementara kita agak2 susah punya sarana periklanan.
hwakakakakk..
jd inget bokap gua yang blg ke nyokap gini wkt gua ga punya pacar, "jeng, itu chia mbok dicariin pacar, koq kayaknya ksian malem minggu di rmh aja sementara adenya pacaran.."
hahahahaha..
ngakak abis!
btw, dah di jalan yang lurus blom skrg?
hihihii..
Post a Comment