Dear teman (juga),
Kita dibiasakan untuk menerima tanpa bertanya, sebab kalo diakomodasi semua pertanyaan itu bisa2 ketauan kalo yang ditanyain gak pernah merasa perlu menyiapkan jawaban dan alasan logis kenapa sesuatu harus dilakukan atw dilarang. (btw, mengenai logis/tidak logisnya sesuatu bisa dilihat juga dengan kepercayaan bahwa kita "menang" berjuang melawan penjajah hanya dengan menggunakan bambu runcing!).
Apalagi dari kecil kita juga dicekoki bahwa bangsa kita memiliki semangat gotong royong yg tinggi, yg berarti semuanya harus dilakukan bersama2 (bolos rame2, misalnya) dan dengan toleransi yg tinggi (membiarkan atw bahkan memberikan contekan ke teman kita waktu ujian, hehehe...).
Semangat gotong royong ini tampak sekali dari adagium yg kita junjung tinggi ("bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh"), sehingga kita tidak yakin bahwa kita bisa berhasil kalau bekerja sendiri, dan bahkan kerap menerapkan semangat persatuan dan loyalitas pada teman secara membabi buta. misalnya, tawuraaannnn.... (iya kan? sering orang tawuran gak tau masalahnya di mana).
Saking gotong royongnya kita, kita takut berbeda. Gak usah jauh2, liat aja di mal2, mulai model rambut, baju, sepatu, sampe gaya dandan sama semua. Kita udah jadi manekin keluaran pabrik.. Mungkin akhirnya kita gak perlu nama, kasih aja nomor identitas, hehehe...
Bisa diubah gak? Mungkin bisa, mungkin enggak. Yang perlu direformasi bukan cuma sistem regulasi, tapi juga mental, dan -- ya -- bahkan budaya. Knp harus mengecam individualisme kalo toh ternyata individualisme itu sudah diterapkan? Misalnya, ya, misalnya, waktu kita marah2 jalan kita diserobot, waktu kita gak ngasih kesempatan pejalan kaki nyeberang, bahkan waktu kita dengan seenaknya menjalankan motor di trotoar dan bahkan ngerasa berhak utk mengklakson pejalan kaki untuk minggir. Helooo..????
Temanmu.
PS: Soal kedinginan -- loh, kita kan penganut paham Biar Dingin Asal Gaya! hihihi...
Catatan:
Ini jawaban saya atas surat dari ibu ini. Saking narsisnya, saya muat juga di blog saya sendiri! Hehehe...
4 comments:
huehue hedooopsss wanita-wanita narsis!
tapi bener deh, seperti masih ada kaitan ama takut menjadi minoritas deh!
*mengembangkan bahasan*
:p
kenapa harus cerai?
bukankah yg udah dipersatukan dewa-dewi, tidak boleh dipisahkan insan manusia.
Ayooo, jangan ngambek, teruslah jualan.
[Pemda DKI lagi ngebujuk pengusaha India yg minta talak]
Maksaahhh!! :D
sometimes yang udah bercerai rujuk lagi...heheehe...:D
Yang bersatu itu yang mana yah ?
maksud gue ada beberapa tujuan yang kaga bisa dipersatukan untuk pencapaiannya...contohnya kalau menyangkut pendirian dan keinginan individu....cerai ajah deh daripada sengasara hahahahhahaha...jiwa gotong royong itu kadang ada jeleknya juga loh.
Post a Comment