Dalam perjalanan pulang dari Pekanbaru kemarin siang/sore, aku melihat gambar di Kompas dengan tulisan di bawahnya yang menerangkan mengenai satu event di mana Presiden Megawati dan Taufik Kiemas duduk semeja dengan Wakil Gubernur Propinsi ... di China (lupa nama propinsinya), Dubes China, pengusaha Tong Djoe, dan pengusaha The Nien King, yang oleh Kompas ditulis: debitur BPPN.
Gambar itu sungguh menggelitik, terutama buatku yang merasa heran mengapa orang nomor satu di negara ini ditempatkan bersama-sama dengan pejabat yg bila di Indonesia paling-paling setingkat eselon II. Kenapa bukan Menteri Ekonomi, atau bahkan Gubernur Propinsinya sendiri yang datang??? Atau kalaupun terpaksa kedua pejabat itu tidak bisa hadir, ya wagubnya jangan di meja presiden dong! Dubes ok lah, karena Dubes kan mewakili kepala negaranya.
Di samping itu, kesediaan Megawati untuk duduk dengan pengusaha "debitur BPPN", alias pengutang kelas kakap yang katanya gak bisa bayar utang tapi masih bisa beli Jaguar, lebih buat malu lagi.
Aku teringat perbincanganku dan teman2 dengan seorang pejabat Sekwilda Pekanbaru kemarin, mengenai ekspor pasir. Beberapa dari kami sempat mengemukakan sinyalemen sejumlah media massa mengenai keterlibatan Pemda Riau atas terus berlangsungnya akitifitas penjualan pasir ke Singapura. Bapak pejabat Sekwilda tersebut membantah tuduhan itu, dan menekankan bahwa peran para pengusaha besar ("PENGUSAHA BESAR") sangat dominan dalam upaya-upaya menggolkan kebijakan yang memperbolehkan ekspor pasir laut. Pemda Riau, menurut beliau, sangat menentang kegiatan ini untuk dua alasan: pertama, kerusakan lingkungan (abrasi) yang diakibatkannya; kedua, tidak ada keuntungan finansial yang mengalir ke Pemda Riau (kecuali mungkin untuk beberapa "oknum").
Kami sama2 memahami bahwa keterbatasan ruang gerak para pihak yang prihatin (dengan kepentingan yang berbeda2 tentunya) lebih banyak karena campur tangan dari "Teuku Umar".
Susah emang kalo yang jadi pemimpin gak punya kenegarawanan dan visi. Kira2 terpikir tidak ya oleh mereka bahwa ekspor pasir kita yang terus menerus ke Singapura akan berdampak pada pengurangan wilayah kita? Dalam beberapa tahun terakhir ini, garis pantai Singapura sudah maju kurang lebih 20 meter. Apa kasus Sipadan-Ligitan mau diulang? (walaupun Sipadan-Ligitan sih sebenarnya memang bukan wilayah kita dari dulu) Hm.. ini isu yang bisa diangkat buat Pemilu nih. Sayang sudah terlambat buat mendaftarkan partai baru, hehehehe...
Posted by caranita at Wednesday, December 10, 2003
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment