Ketika di Langit Ada Bintang

Ketika di langit ada bintang, 'Dik sayang
aku menunggu kedatanganmu
pada mega di langit, 'Dik
kutanyakan kabar beritamu

Janji-janji aku ingat, 'Dik sayang
tersedot rasa di hati
bintang-bintang memanggilmu, 'Dik
menunggu bulan purnama

Kala itu, janjimu disaksikan
langit bintang, diiringi
rasa cinta yang begitu besar

Ketika di langit ada bintang, 'Dik sayang
dengarkan tangisan hati
bersamaan dengan suara malam, 'Dik
cintaku jauh setinggi langit

Sebelum Jeng Miund dan Ibu Silverlines terkapar lagi karena liris di atas, saya sampaikan dulu bahwa kata-kata indah tersebut adalah terjemahan "Yen Ing Tawang Ono Lintang" yang dibuat oleh Mas Andreas, salah seorang artis yang karya-karya kreatifnya selalu saya kagumi (baru kenal di multiply, belum ketemu langsung, hehehe..).

Saya ingat obrolan dengan sejumlah teman beberapa waktu lalu yang berakhir dengan kesimpulan bahwa bahasa daerah lebih kaya kosakata dan nuansa dibanding bahasa Indonesia. Akibatnya gurauan dalam bahasa daerah ketika dialihkan ke bahasa Indonesia jadi kurang lucu.

Hal yang sama mestinya berlaku untuk tulisan yang puitik. Walaupun terjemahan di atas sudah romantis, tapi rasa yang terpancar dari lirik aslinya tidak bisa ditangkap secara sempurna dalam bahasa lain. (Biarpun begitu, saya tetap salut sama Mas Andreas!)

Coba, bagaimana dengan lagu di bawah ini:

Bahagia kita berdua
Selama aku berada dekatmu
Ketika kita tak sedang bersama
Anganku selalu kembali padamu

Tutur katamu indah
Engkaulah yang memiliki hatiku

Bahagia kita berdua
Selama aku berada dekatmu

Itu upaya saya membuat terjemahan "Nang Sonang Do Hita Nadua". Tidak puas dengan hasilnya sih, rasanya mati gaya membuat lirik yang bisa menangkap kecantikan lagu itu :(.

11 comments:

Anonymous said...

Cieeeeee... lagi kasmaran ya? :)

Anonymous said...

Ayah saya, biarpun 30 tahun lebih tinggal di Jawa, suka tiba-tiba bersenandung kencang, "Na soooonang do hiiiitaaaa..."

Mungkin kebiasaan tanah kelahiran Sumatera, bercampur kebiasaan rengeng-rengeng orang Jawa justru membuat Ayah bersenandung di kala sepi. Apalagi setelah Mamaku meninggal. Setelah bait, "Naduuuu..aaa..." Ayah bisa tersedu-sedu menangis..

Anonymous said...

uhuk! apakah? apakah? *wink2*

na sonang duhita naduaaaaa... aku bisa nyanyinya lhooo!

Anonymous said...

biarkan semua karya dengan bahasa aslinya :), karena seluruh keindahan makna cuma bisa terdeskripsi dengan jelas di sana...

MATI GAK SIH BAHASA GUEEEE???

Dindajou said...

ooohh.. aku suka kali sama lagu itu... kalo sama papaku gitaran suka nyanyi2 gituh. tapi aku kok lupa yaaa... minta liriknya dalam bahasa asli doongg *bukan batak kami ini... orang medan aja :P*

Anonymous said...

terkapar sih mungkin enggak ya...

termehe-mehe mungkin tepatnya...

hahahakahakhakhk...

Iman Brotoseno said...

jadi ingat vocal group jaman SMA. ,,Nasonang do hita....

salam

Anonymous said...

emang bahasa daerah itu unik...pas di terjemahin ke indonesia baku jadi rada aneh...hehehehehe...

na sonang do hita itu lagu yang dinyanyiin mamaknya si torkis waktu aku kenalan dgn mereka pertama kali...hihihihihi....^^

Anonymous said...

Pantesan dari dulu kalo dengerin nih lagu batak Nasonang do hita nadua gw jadi nangis walopun gak teu arti nya, sekarang baru tau dehh kalo begitu arti nya, palagi klo dengerin si centilzz nyanyiinnya, hehhe ayuuu lagi di translate dunk lagu yg laen yahh, mwahh

Anonymous said...

halah. aku jadi inget kampung halaman. ah, janji-janji aku eling, cah ayu ...

Lucu said...

halo mbak aku mo tanya supaya blog aku di baca oleh orang2 si giman mbak