Memang Enakan Pacaran!

Potongan percakapan kemarin malam dengan sesama perempuan.

"Si istri kedua itu juga sudah tiga kali menikah. Tiga-tiganya berakhir setelah (mantan) suaminya menceraikannya. Sepertinya dia sebenarnya bermasalah juga kan?"

Saya tercekat mendengarnya. Maklum, karena masih berstatus bawahan (Ah! Kultur saya!), saya tidak langsung membalas dengan pedas. Setelah bengong sejenak, saya tersenyum dan menjawab hati-hati, "Saya tidak bisa bilang begitu juga, Bu."

Diceraikan tiga kali serupa dengan diputuskan tiga kali. Bedanya yang pertama pakai surat, karena waktu sepakat berjalan bersama juga pakai surat. Pernah merasakan diputuskan kan? Hehehe... memang enak selalu dianggap yang salah? Lah wong selesainya satu kisah percintaan pada umumnya membuat pihak-pihak di dalamnya sama-sama merasa sengsara kok *dangdut mode on*, walaupun dalam kadar berbeda.

Semakin dipikir, semakin terasa merepotkannya perkawinan buat perempuan. Maksudnya, terutama kalau harus berakhir, hehehe... Diputuskan pacar seringnya membuat kita memperoleh simpati. Tapi kalau diceraikan justru kerap dituding.

Huh, mending pacaran seumur hidup!

Matahari dan Bulan

Salahkan aku, karena bayangmu kian samar semakin memudar.
Sosokmu merepih dalam kabut.
Kamu terlalu tenang.
Kamu tetap riak, padahal kamu tahu aku terkadang butuh ombak.
Menggulung dan merenggut, memaksa dan menekan.
Jadikan aku milikmu, jangan hanya sekala. Kukira kamu memahamiku: aku ingin didambakan.
Lingkaran milik kita tidak lagi terlalu nyaman untuk didiami: sang kijang kencana telah menunggu untuk kugapai.

Ketika matahari muncul, bulan lenyap.

Buat kamu. Yah, kamu tahu siapa kamu kan? ;)

Tentang Menjadi Tante

Hus! Bukan tante-tante yang "itu", tapi tante betulan ini (kalaupun iya, tak mungkin saya mengaku di sini toh?).

Barusan saya membuka surat-e (pembahasaindonesiaan e-mail, hehehe...) seorang keponakan yang lama tak saya dengar kabarnya. Dulu waktu masih di Indonesia saya juga tak terlalu akrab dengannya, meskipun rumah neneknya sempat menjadi salah satu tempat liburan tetap saya semasa SD dulu. Datangnya surat itu jadi kejutan manis tersendiri, walaupun saya masih harus berjuang membaca kalimat yang ditulis dengan huruf besar kecil khas ABG.

Ayah saya datang dari keluarga yang cukup besar, sembilan bersaudara, laki-laki semua. Untuk ukuran generasi lama sih lumrah saja. Tidak mengherankan pula bahwa akhirnya saya memilki puluhan sepupu dan keponakan. Bahkan, karena ayah saya anak nomor tujuh, saya sudah menjadi "nenek"! Tepat, dari seorang sepupu saya, alias putri paman pertama saya (wah, kayak film silat ya... "paman pertama", "paman kedua", heheheh...). Kondisi demikian juga yang membuat saya memiliki banyak keponakan yang usianya hanya berselang beberapa tahun dari saya, termasuk keponakan yang menjadi mitra domestik saya sekarang ini.

Menjadi tante buat saya keajaiban tersendiri, menandai waktu yang telah lewat. Rasanya baru kemarin saya tinggal di rumah mereka, masih seorang murid sekolah kinyis-kinyis, dan mereka juga masih anak-anak TK yang lari kesana kemari dan cerewet bertanya ini-itu... tahu-tahu mereka sudah sibuk dengan pacarnya masing-masing. Ada malah yang sudah menggendong anak. Wow. Tampil lebih dewasa dari tante-tantenya. Sebagian malah kelihatannya menganggap generasi saya sudah tua sekali dan ketinggalan jaman dan "gak asik" (walaupun karena pekerjaan, saya agak-agak dipandang keren, hahahahha... ). Ada yang aktivis mahasiswa, ikut demonstrasi, dan tinggal beberapa hari di gedung DPR menjelang perubahan rejim beberapa tahun lalu. Keponakan yang tinggal dengan saya sekarang juga sudah menjelma menjadi mitra sejajar, terutama urusan percurhatan. Sangat andalable untuk pemberian nasihat seputar percintaan, walaupun kebanyakan teoretik. Saya sih menang bagian pengalaman, hahahah..

Nah, sekarang balik lagi ke keponakan yang saya ceritakan di paragraf pertama tadi. Saya selalu mengingat keponakan ini sebagai seorang gadis (menjelang) remaja yang cantik, pintar, dan dalam beberapa hal tampak lebih dewasa dari umurnya. Dia masuk SD umur empat tahun, sempat lompat tingkatan dan kadang membuat onar kalau sudah bosan di kelas. Kalau tidak salah akhirnya oleh sang ibu dikembalikan ke tingkat semula, meskipun tetap saja dia masih murid termuda. Waktu nakal-nakalnya, dia menyebalkan kami semua. Tapi pada titik tertentu mendadak dia jadi manis, sampai sekarang. Untunglah, hehehehe... Saya mengagumi ibunya, sepupu saya, yang bagi saya sangat berperan besar dalam membentuk keponakan saya ini menjadi seperti sekarang. Sepupu saya telah merasakan pengalaman menjadi anak orang berada, sampai ayahnya bangkrut, dan mereka harus hidup prihatin. Kemudian sepupu saya menikah, dan suaminya ternyata brengsek. Perkawinannya dipertahankan karena.. apa ya? Karena agama dan adat kami yang tidak mempercayai perceraian, walaupun terjadi juga pada beberapa anggota keluarga. Paman saya -- yang memperoleh hiburan utama dari cucu tunggalnya, alias keponakan saya itu -- meninggal beberapa tahun kemudian, dalam kondisi batin yang masih sangat kelabu. Meskipun perilakunya setelah itu mendingan, suami sepupu saya tetap brengsek.

Duh, maaf ya kalau akhirnya malah menjelek-jelekkan orang. Habis dia memang brengsek sih, hehehee... Lagipula saya kan tidak menyebut nama, jadi harusnya tidak bisa dituduh melakukan pembunuhan karakter dong! Oya, sebagai tante yang keren dan mengikuti perkembangan jaman (termasuk secara rutin memperbaharui halaman friendster), setelah membalas surat-e sang keponakan, saya menelusuri google: siapa tahu ada informasi tentang keponakan saya itu. Yah, dia ada. Masuk dalam pengumuman sebuah instansi tentang penerimaan calon siswa untuk pendidikan setingkat diploma-1 yang diselenggarakan instansi itu. Kalau saya tidak salah hitung, usia keponakan saya sekarang 16 tahun. Huhuhu.. jangan sampai instansi tersebut nantinya dituntut karena mempekerjakan anak di bawah umur!

PS.
Saya baru menerima surat-e balasan dari keponakan saya. Ternyata dia sekarang kuliah di UI, Fakultas Ilmu Komputer. Ah, memang keponakan pintar tidak jauh-jauh dari tante yang pintar juga! *tante narsis mode on*. Bagus, bagus. Nanti tolong buatkan templet blog yang cantik buat Tante ya Sayang :D. Aih, aih.. di sana tidak ada cowok ganteng? Masak sih? Di sini banyak, tapi yang mau sama Tante jarang :p.

Fall from Grace

Aa Gym: from hero to zero.
Memang tidak ada Nabi lagi zaman sekarang.
Too bad. Asking too much from your sigaraning nyawa (is she still?).
And a Judas kiss in public?

Puh!

Terima kasih...

... kamu sudah membuat menunggu menjadi pekerjaan yang menyenangkan. Mendebarkan. Mendorong senyuman.

Psst... saya suka lesung pipitmu!