Megalitikum Kuantum

Demikianlah, nama artis yang juga sesama keparat pemerintah itu muncul di sela-sela percakapan ringan kami, waktu makan siang. Awalnya karena, seperti biasa, isu status "jomblo" yang masih lekat pada beberapa orang di antara kami dilontarkan. Beberapa ibu muda yang pada dasarnya sirik pada kebebasan para gadis langsung menyodorkan sekian nama calon potensial.

Sampai kemudian saya menyebut nama artis satu itu.

"Eh, si Anu belum menikah juga kan? Padahal dia sepertinya oke sekali!" (saya mengacu pada sederet gelar kesarjanaan dalam dan luar negeri artis tersebut).

"Oh ya," sambar seorang ibu muda yang duduk di sebelah saya. "Istri atasan kita pernah mencoba menjodohkannya dengan si X (alias teman kami yang menjadi sekretaris atasan tersebut - red.), tapi rupanya mereka tidak cocok."

"Tidak cocok bagaimana?" kejar saya sambil mencoba meraba-raba di mana letak ketidakcocokannya. Artis tersebut digosipkan terakhir dengan seorang artis lain yang berdaya tarik keperempuanan cukup dahsyat, yang kemudian meninggalkannya dan menikah dengan seorang ekspatriat. Nah, teman kami tersebut mungkin tidak seglamor artis perempuan ini, tapi sangat menarik dan pintar.

"Rupanya si artis lebih suka perempuan berdada besar."

HAH???

Saya nyaris menyemburkan makanan yang masih tersisa sedikit di mulut saya karena tawa yang langsung meledak. "Dia hidup di jaman apa, mbak? Jangan-jangan dia pikir sekarang masih Masa Kegelapan."

Teman-saya-si-ibu-muda itu mengangkat bahu sambil nyengir lebar.

Waktu itu saya tak habis pikir, bagaimana seseorang dengan tingkat intelektual yang tinggi dan pergaulan yang sudah pasti luas masih mensyaratkan hal-hal fisik pada calon pasangannya, daripada barangkali kriteria lain yang lebih penting. Namun bila ditinjau kembali, di sisi lain hal tersebut tentunya hak yang bersangkutan. Wajar-wajar saja sebagai manusia kalau kita cenderung tertarik pada fitur-fitur tertentu, termasuk ukuran dada, hehehe.. tapi alangkah sayangnya bila pemberatan pada fitur tersebut membuat kita menutup mata pada aspek-aspek lain, terutama rasa kenyamanan bersama. Yah, entah kalau ukuran dada ikut menentukan tingkat kenyamanan itu ya.

Bagaimanapun percakapan ini mengingatkan saya pada sebuah artikel lain yang saya baca baru-baru ini mengenai seorang pengacara terkenal yang kurang setuju pada hubungan puteranya, seorang aktor muda, dengan artis muda lain. Kalau alasan klasik seperti "mereka masih terlalu muda untuk memikirkan pernikahan" saya kira semua akan maklum. Namun ternyata kemudian diembel-embeli, "Saya ingin isteri anak saya nanti adalah ibu rumah tangga penuh, tidak perlu kerja."

Lah?

Pertama, bukankah siapapun nanti yang akan diperisteri oleh anaknya, sewajarnya merupakan pilihan sang anak?

Kedua, sang pengacara terkenal yang notabene (lagi-lagi) memiliki kadar intelektual tinggi dan pergaulan yang (juga) luas, ternyata masih memiliki pola pikir jaman batu. Ingin menjadi pengatur rumah tangga penuh waktu atau paruh waktu (alias menjadi bapak rumah tangga atau ibu rumah tangga) sejatinya diserahkan kepada pasangan yang berkepentingan. Kepentingan orang tua terletak pada kebahagiaan anaknya, bukan sekedar kebahagiaan dan kebanggaan pribadi.

Jangan-jangan fenomena Megalitikum Kuantum alias melompat kembali ke Jaman Batu ini sudah pada level yang memprihatinkan. Ck.

15 comments:

Hedi said...

yg namanya selera memang ga berhubungan dengan tingkat intelektualitas hehehe

Anonymous said...

soal si artis anak pengacara terkenal itu sepertinya itu alasan *aman* yang dilontarkan, dibanding melontarkan alasan sesungguhnya yang berpotensi bikin *gatal* hehehehe.. *sok tau*

Sontoloyo said...

argumentatif...tapi bole2 ajah dong kalau orang punya cita2 bahwa anaknya merit sama perempuan yang jadi full time parents (Tidak bekerja).
Blom pernah punya anak sih kamu...ga ngerti maknanya jadi full time parents.
sebenernya kerja itu untuk cari duit atau aktualisasi diri? kalau jawabanya kedua...yah pasti kaga mau berhenti kerja walaupun sudah banyak uang.
tapi kalau jawabannya yang pertama...bisa jadi hidup di jaman cro magnon ???
heheheheheheheh....sebagai seorang penikmat perempuan berdada besar (asal jangan kegedean ntar pecah) biarin ajah selera orang beda2..hanya karena perempuan seneng menjaga rumah dan anak2nya bukan berarti tinggal di jaman dinosaurus kan....itu hanya pilihan saja.....kali

Anonymous said...

hedi: yup, betul pak. mungkin ucapan seperti "huh, kok mau ya sama cewek cakep tapi bego" justru menunjukkan arogansi yak! (plus kesirikan tentunya, hahaha...). udah untung kan, "bego" tapi cakep.. daripada udah gak cakep, bego, belagu pula! WAKS!

nana: kira2 apakah alasan sebenernya itu jeng?*PI mode on*.

sondi: kan aku udah tulis juga bahwa "Ingin menjadi pengatur rumah tangga penuh waktu atau paruh waktu (alias menjadi bapak rumah tangga atau ibu rumah tangga) sejatinya diserahkan kepada pasangan yang berkepentingan." See? Gak ada maksudku sama sekali merendahkan profesi full time housewife/househusband, karena itu pekerjaan paling susah di dunia dan suka gak recognitionnya lagi! let alone be awarded! but nobody may force one to be a full time housewife/househusband -- it should be the couple's mutual consent, not the parents nor the society.

L. Pralangga said...

Neng,

Jangan heran kalau masih ada orang model megalitikum-praktikum-kumkum itu...:)

Pinternya mereka berat di bungkus..
------

Anyhoo, gimana khabarnya? aku dah dines lagi setelah sebulan cuti..

Boe said...

Ah mbak, mungkin yang jadi masalah adalah cara kita mengasosiasikan kemodernan dan intelektualitas dengan seperangkat nilai tertentu?

budibadabadu said...

Jangan-jangan fenomena Megalitikum Kuantum alias melompat kembali ke Jaman Batu ini sudah pada level yang memprihatinkan.

Yeah, trus hidupnya di gua-gua, sambil berburu dan meramu. Asal AC-nya tetap nyala (gua kayaknya panas), dan sinyal HP gak susah aja... :)

Anonymous said...

Ah ah ah ... If the big-boobs thingy were true, i can only say, boys will be boys. Don't we all know how senseless men could be when it comes to beauty? But then again, we women have a tendency to entertain their preference.
Vicious circle, really.


Silverlines

Radite said...

"penguasa.. penguasa.. berilah hambamu uang.. beri hamba uang.."

-Pesawat Tempur, Iwan Fals.

(emang enak kok jadi penguasa pada semua lini kehidupan. duitnya banyak, tingkat kendali tinggi..)

Anonymous said...

huahuahuahua...
serius nih?

mungkin dia lupa kalo pamela anderson is taken :)

Apey said...

well, korelasi antara tingginya tingkat intelektual seseorang dan pola pikir tentang suatu hubungan ternyata gak selalu linear kan jeng...(halah! ini kayak penelitian sosiologi aja) :D

Anonymous said...

oh well... what can we do? :D

L A Cammaro said...

makanya,mending balik ke jaman yunani kuno aja lagi. ga jauh beda kok sama skrg haha

Anonymous said...

apa coba guna operasi pembesaran payudara klo bukan karena alasan banyak yang suka? *wuluh*

Anonymous said...

cuman yang berdada kecil yang protes *ngakak