Farewell with Tears...

Hari ini kebaktian et kumpul2 keluarga untuk perpisahanku.

Seperti biasa, pagi hari ketika kami mengadakan ibadah kecil keluarga, ibuku mendoakan kelancaran program kami hari itu. Juga agar semua proses pemberangkatanku dan yang lain-lain (termasuk keponakanku, Samantha, yang akan ikut ke sana) dipermudah. Permintaan visa tinggal di AS pada saat2 ini pasti sulit. Tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.

Hal lain yang didoakan ibuku tentulah pergumulan lain keluarga kami, seperti masalah pribadi adikku.

Seusai doa, aku melihat adikku menangis (walau coba ditutupinya). Kukira karena dia teringat bebannya.

Ternyata beberapa waktu setelah acara berlangsung, aku memergokinya masih mengusap mata. Belakangan dia mengaku, kesedihannya muncul karena membayangkan harus berpisah denganku waktu yang cukup lama, tiga setengah tahun.

Aku teringat waktu dia menikah dulu. Setelah acara adat berakhir, dan kami sedang berdua saja di kamar ganti, dia memelukku erat2. Hal yang jarang dia lakukan karena kesibukannya bergaul. Tapi kala itu akulah yang dilanda rasa pilu karena harus melepasnya bersama suaminya. Kami bukan sekedar kakak-adik. Kami adalah kawan karib. (Cukup mengherankan bahwa setelah dewasa kami bisa demikian erat, mengingat ketika kami masih anak2, tiada hari kami lewati tanpa bertengkar dan berkelahi!).

Rupanya dia sempat mencurahkan kesedihannya pada beberapa saudara sepupuku, dan menularkan rasa itu ke mereka.

Benarkah ada orang yang bisa sesedih itu karena berpisah denganku?

Kemarin Poppy menangis di telepon, sebelum dia memasuki pesawat yang akan membawanya ke Mexico City, beribu mil jauhnya dari teman-teman terdekatnya, termasuk aku.

Satu hari seorang temanku merangkulku beberapa kali dan berulang-ulang mengungkapkan kekuatirannya akan sergapan rasa sepi setelah aku berangkat nanti.

Dalam percakapan virtual kami, seorang teman chattingku mengirimkan pesan: "seandainya kamu pergi.. aku rasa bukan temen kamu aja yg kehilangan.. aku juga..."

Teman chattingku yang lain pernah beberapa kali menyatakan sesalnya karena rencana penempatanku: "mbak ellen jauh sekali..."

Bisakah kita merasa kehilangan karena kepergian seseorang yang bahkan belum pernah kita lihat secara fisik???

Namun di atas semua pertanyaan-pertanyaan itu, yang paling mengherankanku adalah ternyata masih ada orang yang (bakal) merindukanku, setidaknya begitulah kata mereka. Apa yang istimewa dariku?



1 comments:

Belutz said...

Mbak Ellen bentar lagi berangkat ya? :`(
Kita jadinya blum sempet ketemuan ya? :`(
Promise me that we always keep in touch...
I'll miss u a lot!!!